BantulMedia.com – Penerapan Pancasila Pada Masa Orde Lama Tahun 1959-1966 – Pengamalan atau penerapan nilai-nilai Pancasila telah dipraktikkan sejak kemerdekaan dan dari masa ke masa. Penggunaan pancasila telah mendapatkan momentum dari waktu ke waktu. Salah satu faktor yang menyebabkan dinamika penggunaan pancasila pada setiap periodenya adalah perubahan kebijakan pemerintah.
Penerapan Pancasila Pada Masa Orde Lama Tahun 1959-1966
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia telah melalui berbagai proses implementasi dari waktu ke waktu. Salah satu masa penggunaan pancasila dalam sejarah Indonesia adalah pada masa Orde Lama di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, tepatnya pada tahun 1959 hingga 1966.
Sebagaimana kita ketahui, Indonesia pascakemerdekaan telah mengalami tiga periode atau zaman pemerintahan, yaitu Orde Lama (1945-1966), Orde Baru (1966-1998), dan Era Reformasi dan sesudahnya (sejak 1998).
Khusus untuk Orde Lama, buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas IX (2015) dengan penerbit Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terbagi menjadi tiga periode, yaitu 1945-1950, 1950-1959, dan 1959-1966.
Periodesasi Orde Lama dapat digambarkan sebagai periode pasca kemerdekaan Republik Indonesia (1945-1950), periode pasca pengakuan kedaulatan (1950-1959), dan berakhirnya pemerintahan Soekarno (1959-1966).
Penerapan Pancasila pada masa pasca kemerdekaan Republik Indonesia (1945-1950)
Mengutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), penerapan Pancasila pada masa awal kemerdekaan berlangsung dari tahun 1945 hingga 1959.
Sejak saat itu, Pancasila telah dianggap sebagai falsafah hidup bangsa dan dasar negara Indonesia. Saat itu, bangsa Indonesia bertekad untuk melepaskan diri dari segala bentuk penjajahan dan menjadi bangsa yang merdeka.
Setelah Soekarno dan Mohammad Hatta mendeklarasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, kegilaan politik dan keamanan menyusul ketika Belanda kembali menginvasi Indonesia.
Baca juga:
Pada masa-masa awal pemerintahan Soekarno, Pancasila juga telah ditetapkan dan dibicarakan. Tidak hanya dasar-dasar negara, tetapi juga bentuk negara dan birokrasi yang terkandung di dalamnya dirumuskan. Pembentukan negara Indonesia ditandai dengan perbedaan pendapat dan perdebatan panjang.
Selain bentrokan dengan Belanda di berbagai front dan meja perundingan, juga terjadi pergolakan internal pada masa pemerintahan setelah kemerdekaan Republik Indonesia saat itu. Kelompok-kelompok tertentu tidak mempercayai pemerintah Soekarno-Hatta.
Misalnya, pada tahun 1948 terjadi aksi di Madiun yang dipimpin oleh Musso. Peristiwa ini sering disebut sebagai Pemberontakan PKI Madiun yang terjadi pada tanggal 18 September 1948.
Beberapa partai politik atau organisasi sayap kiri yang menentang pemerintah Republik Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno-Mohammad Hatta terlibat dalam insiden PKI Madiun.
Aksi lain dilakukan pada tahun 1949 oleh Maridjan Kartosuwiryo atas nama Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Di Jawa Barat, Kartosuwiryo memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).
Penerapan Pancasila di Era Pasca-Kedaulatan (1950 hingga 1959)
Akhirnya, pada 27 Desember 1949, setelah serangkaian perundingan dan polemik bersenjata diakhiri dengan Konferensi Meja Bundar (KMB), Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan merdeka.
Baca juga:
Menjadi negara yang berdaulat justru membuat pemerintahan Soekarno tidak stabil karena banyak masalah internal yang muncul, baik dari kabinet maupun dari ancaman disintegrasi bangsa.
Purwoko menulis melalui penelitiannya yang berjudul “Sistem Politik dan Pemerintahan Indonesia Setelah Reformasi” bahwa dalam kurun waktu 9 tahun yaitu 1950-1959, pemerintah Indonesia (saat itu lebih populer dengan Republik Indonesia Serikat atau RIS) mengalami 7 kali perombakan kabinet.
Pada masa ini terjadi gerakan-gerakan di berbagai daerah yang mengancam keutuhan negara.
Misalnya pemberontakan Angkatan Bersenjata Ratu Adil (APRA), Andi Azis, Republik Maluku Selatan (RMS), Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta), Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), DI / Pemberontakan TII di sejumlah daerah dan lain-lain.
Pada masa ini, militer juga muncul sebagai faksi yang kuat dalam politik Indonesia dan berperan penting dalam proses transisi pemerintahan dari Orde Lama ke Orde Baru yang di pimpin oleh Suharto.
Penerapan Pancasila pada masa Orde Lama (1959-1966)
Implementasi Pancasila pada masa Orde Lama berlangsung dari tahun 1959 hingga 1966. Periode ini merupakan demokrasi terkelola. Apalagi saat itu bangsa Indonesia masih dalam masa transisi dari bangsa terjajah menuju bangsa yang merdeka sepenuhnya.
Oleh karena itu, masih diperlukan proses penyesuaian dalam penerapannya. Ada yang setuju dan ada yang protes. Namun, ada beberapa penyimpangan dari Pancasila dalam implementasinya. Salah satunya adalah pemberontakan PKI yang dilakukan oleh D.N. Aidit pada tanggal 30 September 1965. Pemberontakan ini bertujuan untuk mengubah ideologi menjadi komunis seperti dikutip dari situs resmi BPIP.
Berakhirnya Masa Order Lama
Periode 1959-1966 ditandai dengan sistem demokrasi terpimpin Sukarno. Masa demokrasi terpimpin juga menandai berakhirnya Orde Lama setelah peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965.
Soekarno mengubah sistem politik Indonesia menjadi demokrasi terkelola dengan keputusan presiden tanggal 5 Juli 1959. Akibatnya, sistem politik dan pemerintahan negara bertumpu pada Soekarno sebagai presiden.
Dengan Dekrit Presiden tahun 1959, Soekarno membubarkan Konstituante. Majelis Konstituante adalah dewan perwakilan yang bertugas membentuk undang-undang dasar negara yang baru, yaitu UUD 1945, yang sebagian masih mengesahkan undang-undang kolonial.
Dekrit Presiden 1958 mengembalikan konstitusi ke UUD 1945 dan membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung (DPAS).
Demokrasi Terpimpin sebenarnya adalah sebuah konsep untuk mengubah sistem pemerintahan yang kacau balau.
Dengan menjadikan presiden sebagai pusat pemerintahan, Soekarno berharap dapat mengembalikan stabilitas politik Indonesia saat itu. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.
Mengutip dari artikel berjudul “Buku Penjelasan Pelengkap UUD 1945” yang disusun dalam Buletin MPRS (1967), pelaksanaan Demokrasi Terpimpin berbeda dengan ketentuan UUD 1945.
Pelaksanaan demokrasi terpimpin melanggar UUD 1945 dan pemerintahan cenderung sentralistik.
Hal ini karena fokusnya hanya pada Presiden, membuat posisi Presiden sangat kuat dan berkuasa, terutama setelah Hatta mundur dari jabatan Wakil Presiden sejak tahun 1956.
Posisi Pancasila pada masa Orde Lama kembali terancam oleh peristiwa G30S 1965 yang melibatkan orang-orang PKI dan beberapa tokoh militer sebagai pelakunya.
Tragedi G30S tahun 1965 sekaligus menjadi awal berakhirnya rezim Orde Lama Soekarno, kemudian berganti era Orde Baru sejak tahun 1966.
Namun, implementasi Pancasila pada masa rezim Orde Baru di bawah komando Suharto sebagai Presiden Republik Indonesia tidak berjalan dengan baik. Hal ini sering disalahgunakan oleh penguasa untuk kepentingan politik.
Kesimpulan
Demikian penjelasan tentang – Penerapan Pancasila Pada Masa Orde Lama Tahun 1959-1966 – semoga bisa menambah wawasan Anda.
Komentar
Posting Komentar