Pendidikan

Jami’at Khair, Organisasi Pendidikan Pertama Dengan Sistem Modern

BantulMedia.comJami’at Khair, Organisasi Pendidikan Pertama Dengan Sistem Modern – Berdiri pada awal abad ke-20, Jami’at Khair telah memberikan kontribusi bagi kehidupan intelektual umat Islam di Indonesia. Organisasi yang didirikan oleh keturunan Arab itu keras kepala terhadap hegemoni kolonial. Kini perannya dalam dunia pendidikan semakin menonjol.

Jami'at Khair, Organisasi Pendidikan Pertama

Jami’at Khair, Organisasi Pendidikan Pertama Dengan Sistem Modern

Awal abad ke-20 menandai pola baru dalam sistem kolonial di Indonesia. Dalam pesan tahunannya kepada Parlemen, Ratu Wilhelmina membahas masalah utang dan tanggung jawab etis terhadap rakyat Hindia Belanda.

Sejak saat itu, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan pedoman etika. Wujudnya antara lain pendidikan (beberapa) Bumiputra. Sebuah kelas baru lahir dalam sistem sosial asli negara itu, yaitu elit terpelajar Barat.

Umat ​​Islam di Indonesia pada saat itu memiliki reaksi yang beragam terhadap pendidikan Belanda. Beberapa menolak karena mereka pikir guru di sekolah Belanda mengajar siswa mereka untuk meninggalkan Islam.

Anggapan ini tidak sepenuhnya salah. Sebab, sebagaimana dicatat Aqib Suminto dalam bukunya Politik Islam Hindia Belanda, sekolah-sekolah negeri yang didirikan Belanda sering digunakan untuk propaganda sekte gereja. Namun, ada juga yang menerima modernitas, yang menyatakan bahwa ide tersebut harus sejalan dengan ajaran Islam.

Salah satu strata umat Islam di tanah air adalah orang-orang keturunan Arab. Seperti mayoritas penduduk asli, mereka memeluk Islam. Bahkan banyak di antara mereka yang aktif di dunia dakwah dan memimpin majelis-majelis pengajian. Masyarakat Arab setempat sangat memperhatikan arus modernis yang datang ke India.

Selain itu, beberapa karakter berlangganan majalah Mesir, yang telah menjadi tempat berkembang biaknya gagasan modernisme Islam sejak akhir abad ke-19. Sebut saja majalah Al-Manar yang terbit di Kairo sejak tahun 1898. Penggagasnya adalah Rasyid Rida, seorang tokoh pembaharu Islam.

Ide Kebangkitan Islam Global

Murid Muhammad Abduh menggunakan Al-Manar sebagai media untuk menyebarkan ide-ide kebangkitan Islam global (pan-Islamisme). Ia menekankan bahwa umat Islam harus menuntut ilmu dan mengutamakan ilmu melalui pendidikan. Tidak boleh ngotot, jangan sampai umat Islam terus tertinggal oleh Barat.

Pada awal abad ke-20, pemikiran Rasyid Rida, Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani—tokoh yang sering disamakan dengan Barat dengan gerakan pan-Islamisme—semakin mempengaruhi masyarakat Arab di India. Di Pekojan, Batavia (Jakarta), beberapa tokoh Arab memprakarsai gerakan untuk mewujudkan kebangkitan Islam melalui pendidikan. Namanya Jami’at Khair, yang secara harfiah berarti “pertemuan untuk kebaikan.”

Di Pekojan, Batavia (Jakarta), beberapa tokoh Arab memprakarsai gerakan untuk mewujudkan kebangkitan Islam melalui pendidikan. Namanya Jami’at Khair.

Proses Pendirian Jami’at Khair

Pendirian Jami’at Khair melalui proses yang panjang. Para pendirinya terdiri dari Said bin Achmad Basandiet, Moehamad al-Fachir bin Abdulrachman al-Mashoer, Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Shahab, Mohamad bin Abdullah bin Shahab dan Aijdroes bin Achmad bin Shahab.

Sumber dari buku Ahmad Mansur Suryanegara, Api History menyebutkan ada empat pendiri Jami’at Khair– yang disebut sebagai “Djamiat Choir” – yaitu Sajid al-Fachir bin Abdoerrahman al-Masjhoer, Sajid Mohammad bin Abdoellah bin Shihab, Sajid Idroes bin Achmad bin Shihab dan Sayid Shehan bin Shihab. Mereka umumnya berasal dari para saudagar Batavia.

Baca juga:

Teori Islam di Indonesia Berasal Dari Gujarat, Benarkah?

Gagasan mendirikan Organisasi untuk Kemajuan dibahas oleh para pemimpin Arab pada tahun 1898. Baru pada tahun 1901 rencana itu dilaksanakan. Seperti kebanyakan organisasi masyarakat yang didirikan pada saat itu, mereka harus mendapatkan persetujuan resmi dari pemerintah kolonial.

Izin yang diserahkan pada 15 Agustus 1903 itu ditandatangani oleh Said bin Achmad Basandiet sebagai ketua. Tujuan organisasi yang dinyatakan termasuk “membantu orang Arab yang telah meninggal atau menikah.”

Namun, konstitusi Jami’at Khair, yang disetujui oleh Gubernur Jenderal India pada tahun 1903, kemudian diubah. Perubahan ini telah dilakukan beberapa kali. Akhirnya pada tahun 1905 ada pasal lain dalam undang-undang tersebut, yaitu organisasi “Pembangunan sekolah untuk melaksanakan pengajarannya”.

Lebih lanjut, pasal tentang keanggotaan menegaskan bahwa anggota Jami’at Khair tidak hanya terdiri dari pria dan wanita Arab yang sudah menikah, tetapi juga “bangsa lain selama mereka Muslim”.

Anggota Jami’at Khair tidak hanya berasal dari pria dan wanita Arab yang sudah menikah, tetapi juga dari “bangsa lain selama mereka Muslim”.

Baca juga:

Sasaran Pendidikan Islam Dalam Mengembangkan Nilai Agama

Perizinan Organisasi Jami’at Khair oleh Kolonial Belanda

Pada 17 Juni 1905 – sumber Sejarah Kebakaran mengatakan: 17 Juli 1905 – Jami’at Khair, Organisasi pendidikan resmi berdiri. Izin diberikan oleh pemerintah kolonial dengan syarat organisasi ini dilarang mendirikan cabang di luar Batavia. Fokus gerakan ini adalah pada bidang pendidikan dan sosial.

Pada tahun 1910, Jami’at Khair mengalami beberapa perubahan undang-undang. Pada akhirnya, raison d’être-nya adalah untuk mempromosikan pendidikan bagi orang Arab dan Muslim lainnya. Ini juga menunjukkan fleksibilitas dalam menerima anggota.

Sebab keanggotaannya tidak hanya terbatas pada keturunan Arab, tetapi juga pemeluk agama Islam di Batavia. Selain itu, Jami’at Khair juga mengusung semangat pan-Islamisme seperti yang diusung oleh Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Rida.

Organisasi Sistem Pendidikan Modern

Pada tahun 1909, Jami’at Khair mulai membangun sekolah dasar di Pekojan. Orang tua siswa bebas. Sistem yang digunakan di sana berbeda dengan pendidikan tradisional seperti pesantren. Oleh karena itu, organisasi ini merupakan salah satu pelopor pendidikan Islam modern di Jawa.

Sebagai perbandingan, di Sumatera, pendidikan Islam modern lebih dulu muncul. Ambil contoh Sekolah Adabiyah yang berdiri pada tahun 1907 oleh Abdullah Ahmad di Padang Panjang, Sumatera Barat. Sekolah tersebut tidak hanya menerapkan sistem klasikal dan pendidikan agama, tetapi juga pendidikan umum, seperti pembelajaran membaca dan menulis huruf latin dan berhitung.

Sekolah-sekolah yang di dirikan oleh Jami’at Khair menawarkan pendidikan modern. kurikulum yang dirancang. Kelas dibuat. Siswa lokal mengikuti proses pembelajaran dengan duduk di bangku dan menggunakan meja dan papan tulis.

Mereka yang bertanggung jawab juga mengurus Jami’at Khair dari sudut pandang organisasi. Hal ini pertama dapat dilihat dari adanya anggaran dasar dan aturan tata tertib. Selain itu, unsur pengurus selalu mengadakan rapat rutin dan daftar anggota yang terdaftar.

Pertumbuhan pesat Asrama

Setahun kemudian, Sekolah Jami’at Khair di Pekojan semakin meluas. Pengelola mendirikan asrama khusus untuk siswa yang kurang mampu, terutama di kalangan anak yatim, yatim piatu dan orang miskin. Tidak ada biaya sewa untuk mereka. Antusiasme masyarakat Muslim Batavia terhadap sekolah tersebut tumbuh pesat.

Akhirnya pimpinan Jami’at Khair memutuskan untuk membuat cabang di Krukut dan Bogor. Pada tahun 1912 aliran gerakan ini meningkat di Tanah Abang. Hasilnya, pada tahun 1919, Jami’at Khair telah mendirikan sekolah di empat lokasi berbeda.

Akhirnya pimpinan Jami’at Khair memutuskan untuk membuat cabang di Krukut dan Bogor. Pada tahun 1912 aliran gerakan ini meningkat di Tanah Abang.

Menerjemahkan visi keterbukaan dan solidaritas umat Islam, pihaknya tidak menutup pintu bagi siapa saja yang ingin menyekolahkan anaknya di sana asalkan beragama Islam. Sampai saat itu, siswa sekolah Jami’at Khair berasal dari berbagai daerah seperti Karawang, Bogor, Tangerang, Purwakarta, Banten dan Lampung.

Anda tidak hanya belajar agama, tetapi juga pengetahuan umum, yang meliputi aritmatika, sejarah, geografi, Arab, Inggris dan Melayu, antara lain.

Guru-guru yang bertugas di Sekolah Jami’at Khair ini berasal dari berbagai daerah, tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Sebut saja beberapa contoh, yaitu Haji Muhammad Mangur dari Padang, Syekh Ahmad Surkati dari Sudan, Mohamad Abdulhamid dari Mekah dan Mohamad Tayyib al-Maghrabi dari Maroko. Ada juga pada Oktober 1913 Syekh Muhammad Noor al-Ansari, Muhammad Abul Fadl al-Ansari dan Hasan Hamid al-Ansari.

Mereka semua telah terlibat dengan gagasan modernitas Islam sejak mereka masih di negara masing-masing. Bacaan “wajib” mereka adalah karya triad Pan-Islam: Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Rida. Karena itu, mazhab Jami’at Khair akhirnya menjadi kawah Candradimuka bagi generasi Muslim dengan visi persaudaraan global (ukhuwah) umat Islam.

Perluasan Sekolah Jami’at Khair

Madrasah Jami’at Khair akhirnya menjadi kawah Candradimuka bagi generasi muslim yang berwawasan persaudaraan muslim global (ukhuwah).

Tidak hanya sekolah, Jami’at Khair juga mendirikan perpustakaan di Tanah Abang pada tahun 1913. Koleksinya cukup lengkap. Buku-buku yang tersedia di sana tidak hanya berasal dari Jerman, tetapi juga dari luar negeri. Termasuk buku-buku dari Istanbul, Kairo dan Beirut.

Fasilitas ini terbuka untuk umum, sehingga tujuan pendidikan Jami’at Khair mencakup masyarakat yang lebih luas. Pengunjung setia ruang baca adalah para pelajar dan figur bergerak.

Juenal-jurnal refomis Islam

Menurut cendekiawan Prof. Aboebakar Atjeh, sebagian kalangan Muslim terpelajar sudah mengenal jurnal-jurnal reformis Islam seperti Al-Mu’ajat, Al-Liwa, Al-Ittihad, As-Siyasah, dll, yang merupakan terbitan Timur Tengah di perpustakaan ini. Salah satunya adalah pendiri Persyarikatan Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan.

Padahal, kiprah Jami’at Khair di awal abad ke-20 tidak hanya di bidang pendidikan tetapi juga di bidang sosial dan ekonomi. Komunitas yang menjadi sasaran tidak hanya komunitas Arab lainnya tetapi juga Muslim pribumi. Dengan demikian, sejak awal semangat persatuan dan kebangsaan Indonesia sudah tertanam kuat dalam organisasi ini.

Beberapa contoh aksi nyata di bidang sosial adalah pemberian dana santunan kepada anggota yang terkena musibah atau pejuang fii sabilillah yang sedang menempuh pendidikan.

Bahkan, Jami’at Khair terlibat langsung dalam menengahi konflik horizontal antara Arab Peranakan dan Cina di Jawa Timur pada tahun 1910. Perseteruan yang memakan korban jiwa itu sempat merembet ke Batavia, namun akhirnya tercapai rekonsiliasi.

Untuk bidang usaha, organisasi ini mendirikan perusahaan NV Handel-Maatschappij Setija Usaha yang bergerak di bidang percetakan di Surabaya. Kepemimpinan dipercayakan kepada pimpinan Sarekat Islam, HOS Tjokroaminoto.

Kesimpulan

Demikian penjelasan panjangan mengenai – Jami’at Khair, Organisasi Pendidikan Pertama Dengan Sistem Modern – yang bisa Anda ketahui. Semoga bermanfaat. Terima kasih.